Download Data View

Judul Penyusunan Peta Kawasan Bentang Alam Karst Barito Selatan Kalimantan Tengah
Abstrak Kawasan karst adalah kawasan bentang alam yang berkembang pada batuan karbonat (batugamping, dolomit dan chalk, dsb.), dicirikan oleh bentuk-bentuk morfologi yang khas, dipermukaan bumi (eksokarst) dan di bawah permukaan bumi (endokarst), dengan kandungan nilai penting seperti ekonomi, ilmiah, hingga yang bernilai kemanusiaan. Sedangkan menurut Ford dan Williams (2007) karst adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan bentuk bentang alam (landscape) yang terdiri dari gua-gua dan sistem air tanah yang luas, berkembang pada batuan yang dapat terlarut seperti batugamping, marmer, dan gipsum. Karst bisa juga didefinisikan sebagai medan (terrain) dengan sistem hidrologi dan bentuk lahan tertentu yang berasal dari kombinasi kelarutan batuan yang tinggi dan porositas sekunder (rekahan, fracture) batuan yang berkembang dengan baik. Biasanya ditandai dengan keberadaan sinking stream (ponor), gua, depresi tertutup (enclosed depression), singkapan batuan bergalur (fluted rock outcrops), serta mataair besar. Di Indonesia karst diketahui berkembang pada batugamping, dan keberadaan batugampingnya sendiri tersebar luas di wilayah Indonesia. Namun tidak semua batugamping bisa berkembang menjadi karst, tergantung pada karakteristiknya, dipengaruhi oleh tingkat kelarutan, ketebalan, struktur, dan litologi atau minerologi. Dengan demikian karst merupakan suatu fenomena yang memiliki keunikan tinggi yang seharusnya bisa ditransformasikan dalam nilai estetika, edukasi dan ekonomi yang tinggi pula. Batugamping telah dijadikan bahan tambang sejak lama, diantaranya untuk bahan baku semen, bahan bangunan, pengolahan mineral logam, dan lain-lain. Bisa dikatakan batugamping berperan sangat penting dalam pembangunan. Pembangunan infrastruktur yang masif memerlukan sumber daya batugamping yang besar sebagai bahan baku semen, termasuk batugamping yang telah berkembang menjadi kawasan karst. Bahkan beberapa ahli karst dan pertambangan menyatakan bahwa batugamping dengan karstifikasi yang berkembang intensif sangat sesuai sebagai bahan baku semen. Bagaimanapun, pemanfaatan batugamping secara eksploitatif seperti ini juga memberikan dampak positif bagi masyarakat. Namun bisa juga menghasilkan dampak negatif seperti rusaknya karst, hilangnya bentang alam karst yang alami, gua serta bentukan didalamnya seperti stalagmit, dan stalagtit, hingga pencemaran air tanah, dan lain-lain. Pada sisi lain, karst diketahui juga dapat menjadi akuifer air tanah yag sangat produktif. Kelestarian karst berbanding lurus dengan ketersediaan sumber air di wilayah karst tertentu. Selain itu karst/batugamping juga merupakan material pengikat karbon yang sangat penting. Pada pemanfaatan batugamping sebagai komoditas tambang, ikatan karbon pada karst atau batugamping dapat terlepas dan menjadi emisi CO2 di udara. Selain itu telah diketahui juga bahwa proses karstifikasi pada batugamping (pelarutan batugamping) sebagian besar akan melibatkan CO2 di atmosfer (Ford dan Williams, 2007), yang mana proses tersebut akan berperan dalam mengurangi emisi CO2 di udara. Dengan mempertimbangkan dampak negatif peningkatan kadar CO2 di udara, keberadaan karst secara tidak langsung memberi manfaat bagi lingkungan. Pada beberapa lokasi karst yang dipertahankan secara alami, seperti pada karst Gunung Sewu dan Karst Maros, manfaat ekonomi dari kawasan karst bisa dimaksimalkan dengan mendorong ke arah sektor pariwisata. Namun mempertahankan kawasan karst secara gegabah juga bisa menjadi kontradiktif dan berpotensi menghambat agenda pembangunan yang lain. Dewasa ini kebutuhan batugamping sebagai bahan baku terus meningkat, seiring dengan laju pembangunan di berbagai sektor, terutama di bidang infrastruktur. Dampaknya akan semakin banyak kawasan sebaran batugamping atau karst yang akan dimanfaatkan sebagai bahan tambang. Dikhawatirkan peningkatan kebutuhan batugamping ini bisa mendorong terjadinya pemanfaatan kawasan karst yang tidak tepat dan tidak terkendali, sehingga akhirnya dampak negatif terhadap lingkungan yang timbul menjadi jauh lebih besar daripada dampak positif yang diterima dari pemanfaatan kawasan karst tersebut. Terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) sebenarnya merupakan sebuah solusi atas dikotomi masalah pemanfaatan kawasan karst, yaitu: pemanfaatan secara eksploitasi atau konservasi yang sama pentingnya. KBAK di dalam peraturan tersebut adalah suatu kawasan lindung yang ditetapkan dengan kriteria tertentu, demikian sebaliknya kawasan non-KBAK dalam sebaran karst tersebut adalah kawasan budi daya yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan non-konservasi termasuk pertambangan atau eksploitasi. Dengan dasar itu maka maka Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melaksanakan Penyelidikan Geologi Lingkungan Penyusunan Peta Kawasan Bentang Alam Karst Provinsi Kalimantan Tengah yang dibebankan pada Anggaran DIPA Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Tahun Anggaran 2017 Nomor DIPA: 020.13.1.579.166/2017, tanggal 7 Desember 2016, MAK: 020.13.1.579166.02.13.09.1924.002.055.I. Dari kegiatan penyelidikan ini nantinya akan diperoleh data dan informasi kondisi sebaran batugamping atau karst di Provinsi Kalimantan Tengah khususnya Kabupaten Barito Selatan dan sekitarnya sesuai kriteria dalam Permen ESDM 17/2012. Yaitu bagian mana dari sebaran batugamping/karst yang memenuhi kriteria KBAK, dan sebaliknya juga yang tidak memenuhi kriteria KBAK, sehingga hal tersebut dapat menjadi dasar dan menjadi masukan dalam pengambilan keputusan atau penetapan kebijakan terkait dengan pemanfaatan karst/batugamping di lokasi penyelidikan. Dengan demikian diharapkan kebijakan terkait karst yang diambil dapat memberi manfaat maksimal dengan dampak negatif seminimal mungkin. Maksud dari penyusunan peta bentang alam karst adalah untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai aspek geologi lingkungan pada wilayah yang dibangun oleh batugamping, yaitu aspek bentang alam karst (eksokarst dan endokarst), dan keberadaan air tanah (berupa mataair dan sungai bawah tanah), maupun berbagai potensi seperti keberadaan bahan galian batugamping (material industri), serta bahaya geologi. Sedangkan tujuannya adalah untuk mendapatkan data sebagai bahan pertimbangan dalam mendelineasi kawasan bentang alam karst berdasarkan pada kriteria yang sesuai dengan yang diamanatkan oleh Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst, yaitu meliputi kawasan dengan sebaran batugamping yang berfungsi lindung, maupun wilayah dengan sebaran batugamping yang direkomendasikan sebagai kawasan budi daya.
Ringkasan
Jenis Dok Peta
Tahun 2017
Provinsi
Kabupaten/Kota
Kecamatan
Desa/Dusun
File Peta Peta KBAK(2).jpg
PDF Laporan(5).rar
File Lainnya
Jenis Informasi Terbuka
Status Kelengkapan Lengkap
Keterangan